Review Film: 365 Days Trilogy (2020-2022)

Diperbincangkan dimana-mana dan juga bahkan menjadi ikonik dengan kalimat pamungkasnya yaitu “Are you lost, baby girl?”, film ini kayaknya terlalu narsis dan niat banget beranak-pinak sampe ada total tiga film yang berhasil dirilis. Film drama romantis ini berjudul 365 Days, yang menjadi film pertama yang dirilis pada tahun 2020 silam, disusul oleh 365 Days: This Day dan The Next 365 Days, yang sama-sama dirilis pada tahun 2022 yang lalu (cuma selisih beberapa bulan doang). Kali ini izinkan ane untuk membahas ketiga film trilogi ini secara bersamaan dalam satu postingan.



Title : 365 Days (Trilogy)

Released Date : 14 February 2020; 27 April 2022; 19 August 2022

Genre : Drama - Romance

Directors : Barbara Bialowas, Tomasz Mandes

Stars : Anna-Maria Sieklucka, Michele Morrone, Simone Susinna


Kita mulai bahas sinopsis dari film pertamanya yaitu 365 Days, yang berkisah tentang seorang wanita bernama Laura, yang suatu ketika hidupnya mendadak berubah saat dia berlibur ke kota Sisilia. Di sana dia diculik oleh seorang anggota mafia bernama Massimo. Tujuannya? Massimo pengen bikin Laura jatuh cinta sama do’i dalam waktu 365 hari.


Di film sekuelnya yang kedua, 365 Days: This Day melanjutkan kisah romantis dari Laura dan Massimo, dimana mereka sudah menikah. Massimo yang terlalu posesif bikin Laura jadi merasa ga bebas karena setiap gerak-geriknya selalu diperhatikan dan bahkan Laura selalu dijaga oleh bodyguard. Maklum aja, pasangan baru nikah ya wak. Massimo takut Laura kenapa-kenapa mengingat Massimo yang notabene-nya adalah seorang mafia, pastinya punya banyak musuh. Laura yang merasa terkekang akhirnya selalu berusaha kabur dan pengen menikmati kebebasan seperti waktu dia masih melajang. Sampai suatu ketika Laura kedatangan tukang kebun bernama Nacho yang terlalu tampan untuk jadi tukang kebun. Di tengah kesibukan Massimo yang bikin dia jarang menghabiskan waktu bareng Laura, akhirnya Laura merasa kesepian dan Nacho perlahan nyelip di antara kehidupan percintaan Laura dan Massimo. 

 

The Next 365 Days, yang menjadi sekuelnya yang ketiga masih berkisah tentang kehidupan pernikahan Laura dan Massimo yang sempat renggang karena hadirnya Nacho. Ya, di sekuel ketiga ini Nacho rupanya masih aja menghantui pikiran Laura. Di sini lah akhirnya Laura harus menentukan sikapnya, antara mempertahankan pernikahannya dengan Massimo atau pergi ke pelukan Nacho.

 

Itu dia ringkasan sinopsis yang bisa ane kisahkan tentang film 365 Days trilogi ini. Sekarang kita bahas tuntas tentang film ini. Sebenarnya kalo ane harus mengulas ketiga film ini, ane akan merangkumnya dalam dua kata, yaitu GA JELAS! Apa harus ane jelaskan betapa ga jelasnya film ini? Baiklah kalo itu maunya kamu. Mari ane bahas dari plot ceritanya. Dari segi plot sih sebenarnya ini tuh kisah yang amat sangat klise, pake banget. Meskipun mau dibikin karakternya itu seorang mafia kek, ga ngaruh sih. Ceritanya super duper boring. Premisnya mungkin menarik, tapi nyatanya ini tuh ga berhasil untuk diwujudkan di film ini. Konflik yang mereka coba ciptakan pun terlalu klise, anjir! Mungkin mereka mau bikin sesuatu hal yang menurut mereka menarik yaitu seorang mafia yang “memaksa” seorang wanita untuk jatuh cinta sama dia. 365 Days kayaknya pengen bikin dirinya jadi film tandingan untuk 50 Shades of Grey, tapi ampun deh jauh banget, cuk! Sosok Massimo ini mungkin sengaja dibikin kayak orang yang tegas, garang, suka main kasar gitu ya. Cuma ya gimana ya, do’i cuma menang tampang, badannya yang berotot, sama suaranya yang ngebass. Itu doang. Selebihnya, segala macam tindakan dia tuh ya kayak ga jelas banget gitu lah. Katanya mah pengen bikin Laura jatuh cinta, nyatanya mah bikin sange doang jadinya, hahaha. Itulah mengapa akan ada banyak banget adegan per-ewe-an di ketiga film ini. Dan sebenarnya pun banyak orang di luar sana, selain ane, yang tertarik untuk nonton film ini hanya untuk ngeliat adegan ewe-ewean nya aja, hahaha, dasar otak mesum.




Adegan romantis di film ini pun kayaknya ga ada deh. Tiap Massimo dan Laura beradegan romantis ujung-ujungnya ya ngewe lagi, ngewe lagi. Libido mereka tak tertahankan kayaknya. Film ini ya emang mau mengeksploitasi adegan ewe-eweannya doang dengan berbalut kisah romantis yang nyatanya ga ada romantis-romantisnya. Duh, adegan Laura dan Massimo menikah pun ga ada romantisnya, anjrit! Mau dibikin konflik tentang Laura yang galau antara milih Massimo atau Nacho pun ya tetep aja ane ga bersimpati sama sekali dengan si Laura. Perasaan galaunya Laura ini sama sekali ga tersampaikan. Fokusnya jadinya malah kayak Laura ini maunya ngewe sama Massimo atau Nacho. Hahaha. Sangean lu, Laura! Ah, ane kesal sama film ini.




Durasi masing-masing filmnya tuh sekitar 1 jam 50 menitan. Ada banyaaaaakkkk banget dialog ga penting yang sukses bikin ane mempercepat filmnya sewaktu nonton. Tiap ane nonton film ini, ane sering banget yang namanya pencet tombol fast forward, alhasil film yang berdurasi hampir 2 jam ini bisa ane selesaikan dalam 30 menit. Karena ya emang ga penting aja gitu. Selain dialog, banyaaaakkk banget adegan yang ga penting, yang kayaknya kalo dipotong pun bakalan ga ngaruh untuk keseluruhan ceritanya. Bahkan nih ya, di filmnya yang ketiga tuh adegan per-ewe-annya dibuat tiap 10 menit. Bayangin! Ane sampe niat ngitungin interval waktu tiap adegan ewe-eweannya muncul. Aha, yang paling mindblowingnya lagi, terutama filmnya yang ketiga, tiap terdengar backsound lagu diputer, itu tuh udah kayak semacam music video jadinya. Lagunya full satu lagu ditemani aktor dan aktrisnya yang beracting ala-ala slow motion. Apakah mungkin ini promosi album musik secara terselubung? Entahlah. Mau film yang pertama kek, kedua, atau bahkan yang ketiga sekalipun, bener-bener ga ada yang beres. Meskipun ada adegan action yang coba mereka selipkan, nyatanya ga bikin film ini selamat. Hmmm, gimana ya, aksi “pertarungan” ala mafia yang pengen mereka bikin tuh kesannya kayak terlalu dipaksakan. Ah, di 365 Days 2 pun mereka mau bikin semacam ala-ala plot twist gitu, tapi ya pasti gagal lah. Plot twist yang terlalu pasaran dan terlalu gampang ditebak. Ah elah, taik banget ini film!




Intinya sih di postingan ini ane emang cuma mau ngejelek-jelekin film ini aja. Kalo kamu mau nonton film semi, ketiga film ini adalah jawaban yang kamu cari. Ga usah mikirin alur ceritanya, cukup nikmati adegan ewe-eweannya aja, karena ya emang cuma itu yang bisa dijual dari film ini. Tapi ngeliat ending di filmnya yang ketiga, kayaknya bakal ada lagi film lanjutannya. Omaygat! Please, cukup!!! Hentikan kelanjutan film ini! HENTIKAAAAN!!!!


Rating versi ane:
Worth to watch? Ya jelas ga lah!


No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan jejak kamu lewat komentar dan setiap komentar dari kamu pasti ane balas. Tapi kalo ga dibalas, jangan ngambek ya.