Review Film: Tone-Deaf (2019)

Berbekal ilmu ke-sotoy-an dan ke-random-an, entah kenapa dan bagaimana ane akhirnya memilih untuk mengisi waktu luang dengan menonton film yang ane pun juga ga tau film ini tentang apa. Tanpa membaca sinopsis dan hanya berbekal melihat poster filmnya, ane pun menonton film Tone-Deaf yang dirilis pada tahun 2019 ini.



Title: Tone-Deaf
Released Date: 10 March 2019 (Brazil)
Genre: Comedy, Horror, Thriller
Running Time: 1h 27min
Director: Richard Bates Jr.
Writer: Richard Bates Jr.
Stars: Amanda Crew, Robert Patrick,
Hayley Marie Norman


Tone-Deaf menceritakan tentang seorang wanita bernama Olive yang baru aja dipecat dari pekerjaannya dan juga baru putus sama pacarnya. Olive pun diberikan saran oleh temannya untuk berlibur, biar ga mumet gitu loh. Olive pun memutuskan untuk menyewa sebuah rumah dan menghabiskan weekend di rumah yang disewakan oleh seorang pria paruh baya bernama Harvey, yang baru aja ditinggalkan oleh sang istri. Harvey merasa dia punya penyakit kejiwaan dan dia jadi punya keinginan untuk membunuh orang lain dan sayangnya Olive adalah salah satu orang yang dia incar. Jadi, apakah niat si bapak ini berhasil untuk membunuh Olive?


Dari sinopsisnya, awalnya ane rasa Tone-Deaf bisa menjadi sebuah film yang sangat menjanjikan. Mengambil tema psycopath dan bergenre horror-thriller, ini udah pasti jadi formula yang cukup kuat. Di tambah dengan setting tempatnya yang menurut ane terasa begitu 'gelap' harusnya sih film ini jadi film yang menjanjikan. Tapi amat sangat disayangkan keseluruhan cerita dalam film ini terkesan ga jelas. Ga usah jauh-jauh deh, judul filmnya yaitu Tone-Deaf aja udah agak ga nyambung sama keseluruhan kisah dalam film ini. Oke, ane coba kupas! Jadi nih ceritanya si Olive ini 'jago' main piano, walaupun sebenernya dia tuh tuli nada, alhasil ya dia main pianonya jelek banget. Lalu, sepanjang film kita disuguhkan kisah tentang Olive yang menghabiskan weekendnya di kota terpencil dan di sisi lain ada sosok Harvey yang mengincar nyawanya. Dari sini apakah ada kesinambungan? Ga ada kan?! Seandainya karakter Olive sebagai tuli nada ini dihapuskan sih menurut ane ga akan mengubah keseluruhan kisah dari film ini. Mungkin hal tersebut bisa memangkas 30 menit durasi dari film ini dan hal ini justru akan sangat menguntungkan buat ane sebagai penonton, karena eh karena ane rasa plot dari film ini berjalan begitu lamban yang bikin ane jadi ngerasa bosaaan. Pengen dipercepat tapi takutnya ada scene penting terlewat, tapi kalo diteruskan pengen tidur jadinya. Padahal sih dari segi production value-nya, film ini bisa dibilang kayak film dengan budget tinggi. Yah, cukup niat lah mereka bikin filmnya. Tapi ya gitu, dari penulisan skenarionya mungkin yang bikin film ini rada-rada gimanaaaa gitu.




Di balik genre horror-thrillernya, Tone-Deaf menyelipkan unsur komedi ke dalamnya. Apakah berhasil? Sayangnya menurut ane komedi yang dihadirkan ga berhasil menyelamatkan film ini. Di beberapa titik ane jadi lupa kalo film ini adalah film horror-thriller dan di beberapa titik lainnya ane lupa kalo ada unsur komedi dalam film ini. Si pembuat film seolah pengen bikin film ini tetap menyenangkan melalui unsur komedinya, yah walaupun ga bikin ketawa juga sih waktu nonton. Malahan yang ada nih ya ane ngerasa film ini gagal memadukan komedinya dengan genre horror-thriller itu sendiri. Seolah-olah Tone-Deaf ini tuh kayak sketsa-sketsa film pendek yang digabungin jadi satu dan hasilnya jadi film panjang. Yah, intinya sih ga nge-blend! Ketika komedinya amat sangat gagal, apakah bumbu horror-thriller di film ini terasa? Meskipun ga banyak sih ane cukup mengapresiasi adanya adegan gore di film ini yang ane rasa porsinya yah cukup lah. Ga begitu banyak dan ga terlalu diekploitasi berlebihan juga, jadinya yah tetap nyaman untuk dipandang mata. Di sini juga diselipin beberapa scene horror berupa penampakan hantu istrinya Harvey, cuma ya bagi ane justru ngasih kesan, "Apaan sih ini?". Dengan kata lain, scene tersebut bagi ane sih ga begitu penting mengingat penulisan skenario film ini yang amburadul. Oh iya, Tone-Deaf juga menyelipkan beberapa adegan absurd yang merupakan mimpi-mimpinya si Harvey. Cuma ya menurut ane sih saking absurdnya ane jadi ga ngerti sama sekali apa hubungannya mimpi absurd tersebut dengan keseluruhan cerita di film ini.




Ya udah, kayaknya segitu aja sih yang pengen ane bahas dari film ini. Kesimpulannya sih bagi ane Tone-Deaf seolah pengen masukin semua genre yang ada ke dalamnya. Romance? Masukin! Horror? Masukin! Thriller? Masukin aja walaupun ga bikin tegang-tegang amat. Apalagi? Ah, adegan absurd? Masukin! Drama? Masukin juga! Semua unsur dimasukin dan jadilah Tone-Deaf yang malah terlahir sebagai film yang ga jelas tapi niat banget dibikinnya. Hadeeeh, pokoknya sih kalo kamu ga sengaja ketemu sama film ini, mendingan dilewatin aja. Buang muka! Anggap kalian ga saling kenal! Jangan biarkan waktu 1,5 jam hidup kamu terbuang sia-sia. Oke!


Rating versi ane:
Worth to watch? Buat anak jangan coba-coba!




4 comments:

  1. Baca repiew nya kayak nya ga ada slaser nya ya...walo pegang2 kapak gitu...film robert patrick yg terakhir gw tonton cuma marine kl ga salah.diuber abis2an ama john cena.sampe komen " kita kayak dikejar2 terminator..."🤣🤣🤣🤣

    ReplyDelete
  2. Udah nonton Midsommar Vi?walo gore nya buat kamu yg levelnya kelas berat liat ini tampak receh...tp gw ngerasa ngilu dan ga nyaman liat film nya...sampe mimpi buruk abis nonton...😅😅

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah nonton kok lumayan renyah lah gore-nya, atmosfir horrornya sih yg ane suka

      Delete

Silahkan tinggalkan jejak kamu lewat komentar dan setiap komentar dari kamu pasti ane balas. Tapi kalo ga dibalas, jangan ngambek ya.